Pengamat: Hindari utang untuk dana penanggulangan Covid-19

Keputusan agar BI membeli Surat Utang Negara (SUN) dinilai sudah tepat karena membuat sumber utang dari dalam negeri
Pengamat: Hindari utang untuk dana penanggulangan Covid-19

Para ekonom memeringatkan agar pemerintah berhati-hati menggunakan utang sebagai salah satu sumber dana penanggulangan Covid-19, agar Indonesia tidak terjebak dalam krisis berkepanjangan seperti pada 1998.

Ekonom Institute for Development Economic and Finance (Indef) Bhima Yudistira mengatakan ada cara lain selain utang, yaitu pemotongan anggaran yang tidak mendesak seperti infrastruktur.

“Kita harus waspadai utang yang meningkat cukup tinggi,” ujar dia, pada Anadolu Agency, Rabu.

Ada cara lain seperti memotong anggaran yang tidak mendesak seperti dana infrastruktur, ujar dia.

Utang pemerintah saat ini sudah mencapai Rp4.948 triliun atau 30 persen dari PDB.

Menurut Bhima, jika pemerintah hanya mengandalkan utang, Indonesia akan masuk jebakan lembaga donor dunia seperti yang terjadi pada krisis 1998.

Dana yang disiapkan Indonesia memerangi Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun atau USD24 miliar. Jumlah ini cukup besar mencapai hampir 20 persen dari belanja nasional 2020 atau hampir 2 persen dari PDB.

Dana ini digunakan untuk bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, insentif pajak, stimulus kredit hingga program pemulihan ekonomi.

Dengan jumlah dana ini, Indonesia termasuk negara-negara yang mengalokasikan dana cukup besar untuk menangani wabah ini atau hampir 2 persen PDB.

Jumlahnya memang lebih rendah dibanding negara-negara maju. Misalnya Jerman yang mengalokasikan USD132 miliar, Perancis EUR45 miliar, Italia USD27 miliar atau Korea Selatan sebesar USD66 miliar.

Dana yang digunakan Indonesia lebih besar dari Turki yang mengalokasikan USD15,4 miliar bahkan China yang mengalokasikan dana sebesar USD17,2 miliar.

Dalam struktur pembiayaan negara ada beberapa sumber dana yang dikenal selama ini.

Di antaranya adalah dana pungutan bea ekspor sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dana lingkungan hidup di Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) kemudian dana khusus yang dikelola Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara.

Indonesia juga mempunyai dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan jumlah sekitar Rp150 triliun. Selain itu juga ada cadangan devisa sejumlah USD130 miliar yang dikelola oleh Bank Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus disebutkan beberapa sumber dana.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sumber anggaran tersebut bisa dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu, dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) dan dana dari pengurangan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN.

Saat ini sudah terdata SAL sebesar Rp160 triliun. Kemudian penghematan anggaran sebesar Rp190 triliun yang terdiri dari belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp95,7 triliun dan TKDD (Transfer ke Daerah dan Dana Desa) Rp94,2 triliun.

Muhammad Faisal, direktur eksekutif Cente of Reform Economics (Core), sebuah lembaga peneliti ekonomi mengatakan utang memang tidak terhindarkan sebagai sumber dana penanggulangan Covid-19.

Namun dana itu penting untuk mencegah dan meminimalisir dampak Covid-19.

“Memang akan ada masalah nanti. Tapi yang perlu mendapat catatan adalah pengelolaan utang, dari mana utang itu berasal,” ujar dia.

“Selama ini surat utang negara sebagian besar dikuasai oleh asing. Dalam dolar juga lebih besar. Ini yang berbahaya,” ujar dia.

Namun untuk menggeser utang menjadi rupiah dan banyak dibeli dari dalam negeri, bukan persoalan mudah, kata Faisal.

“Jadi kalau ada bond kalau bisa dari dalam negeri dan rupiah. Tapi likuiditas dalam negeri saat ini terbesar. Minat yang besar memang luar,” ujar dia.

Karena itu, intervensi BI untuk membantu sisi pembiayaan sangat diperlukan.

“Kalau BI yang beli itu aman, dibanding harus dibeli orang luar atau pembiayaan melalui bilateral maupun multilateral,”

“Utang tidak masalah, sepanjang dia di dalam negeri. Kalau dalam bentuk dolar atau asing itu rentan bisa pergi. Nilai tukar kita lemah, utang dolar gampang untuk keluar,” ujar dia.

Gubernur Bank Indonesia sebelumnya mengatakan bank sentral pada dasarnya tidak bisa membiayai defisit fiskal negara. Namun karena wabah yang bersifat luar biasa ini ada ruang bagi bank sentral untuk ikut membiayai defisit.

Dalam Perrpu 1/2000, Bank Indonesia diberi kewenangan membeli Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara berjangka panjang, termasuk surat utang khusus untuk memerangi Pandemi Covid-19.